Cerita dari Pintu Tol Pasir Koja by : rizki habibie

Sabtu, 5 Juni 2018 menjadi saksi betapa masih banyaknya anak-anak usia belia yang belum mendapatkan pendidikan yang layak, padahal KATANYA di Indonesia pendidikan gratis sampai jenjang SLTA namun masih banyak juga anak-anak usia sekolah yang putus sekolah bahkan tidak pernah mengecap pendidikan formal sama sekali.

Cerita ini merupakan kisah nyata yang saya lihat dengan mata kepala saya sendiri tentang betapa masih kurangnya kesetaraan pendidikan di Indonesia, sekalipun berada di suatu kota yang sangat tersohor namanya di seantero negeri. Pintu tol Pasir Koja Bandung serta kendaraan keluar masuk tol menjadi saksi anak-anak jalanan yang sehari-harinya mengamen untuk memenuhi kebutuhannya padahal usianya masih sangat belia, bahkan ada yang usianya masih 3 tahun sudah mengamen ke jalan raya pada jam 3 subuh. Siapakah yang harus kita salahkan akan hal ini?? Apakah orang tua?? Masyarakat setempat?? Pemerintah?? Atau hal ini hanya karena kita menerima saja takdir dari Tuhan??

Mari kita bertanya pada diri kita sendiri apakah kita sudah peka terhadap lingkungan sekitar kita yang mungkin saja sangat membutuhkan bantuan kita. Kembali ke cerita ini, di tengah kurangnya kepedulian terhadap klingkungan sekitar terdapat suatu harapan dan cahaya baru yang bisa membantu anak-anak jalanan ini. Saya sangat beruntung karena adanya suatu program dari himpunan saya yaitu HMO “TRITON” ITB untuk mengunjungi suatu komunitas yang menampung anak jalanan yang tidak mendapat pendidikan formal karena keterbatasan dana ataupun mungkin memang atas paksaan dari lingkungan dan sebagainya  yang akhirnya mempertemukan saya dengan realita ini yang mungkin selama ini tidak menjadi perhatian saya.

Komunitas atau lebih tepatnya dikatakan sebagai yayasan anak jalanan ini adalah suatu yayasan yang fokus terhadap anak jalanan yang tidak mendapat pendidikan formal dan membuat seperti belajar bersama dengan anak jalanan untuk menhajari mereka baca tulis berhitung dan sebagainya sebagai bekal mereka dalam menjalani kehidupan kedepannya. Yayasan ini dikelola oleh ibuk Sumi dan yayasan ini berada di dekat exit tol Pasir Koja Bandung, bertempat di suatu rumah bertingkat,namun rumah ini yang digunakan hanyalah lantai 2 saja dan itupun merupakan rumah sewaan dan yang yang mengelola serta membiayai yayasan ini adalah ibu Sumi bersama karyawannya yang digaji sendiri juga oleh ibu Sumi.

Yayasan ini tidaklah selama ini adem-adem saja, di awal berdirinya yayasan ini sempat terjadi penolakan dari masyarakat sekitar dan juga orangtua dari anak-anak jalanan itu sendiri, saya sendiri secara pribadi merasa miris mendengar hal ini saat bu Sumi bercerita tentang awalnya yayasan ini berdiri karena sejatinya tujuannya sangat mulia namun malah mendapat penolakan dari warga sekitar. Sekali lagi mari kita bertanya pada diri kita sendiri apakah kita sudah cukup peduli dan perhatian terhadap lingkungan sekitar kita. Awal saya datang ke yayasan ini, anak-anak terlihat sangat bahagia degan kedatangan kami dan mereka terlihat sangat antusias saat kami mengadakan menggambar bersama serta menonton film bersama.

Saya pribadi sangat terharu dan bahagia melihat anak-anak yang sehari-harinya berada di jalanan ini sangat senang dengan wajah yang berseri-seri. Seakan-akan semua rasa lelah mereka seharian di jalanan terhapus dan dilupakan begitu saja. Sembari teman-teman yang lain bermain dan belajar bersama anak-anak jalanan ini saya sendiri bercerita-cerita dengan bu Sumi tentang awal mulanya yayasan ini dan berbagai hal tentang yayasan ini.

Saya sangat tergugah dengan perjuangan bu Sumi dalam mengelola yayasan ini dengan segala pengorbanan beliau masih tetap tegar dan teguh walaupun banyak komentar-komentar negatif dari warga sekitar , namun hal ini tidak menghalangi beliau untuk terus membantu dan mengelola yayasan ini dengan sepenuh hati. Sangat banyak sekali pelajaran yang bisa saya ambil saat berbincang dengan beliau dan juga karena mengunjungi komunitas in juga saya mengetahui bahwa sebenarnya diluar sana masihlah sangat banyak yang membutuhkan uluran tangan kita, apa salahnya kita sedikit membantu mereka, tidakkah kita miris melihat hal ini?? Tidakkah kita tergugah akan hal ini?? Tidakkah kita sadar bahwa sebenarnya kita bisa membantu mereka??

Sekali lagi mari kita bertanya pada diri kita sendiri sejauh mana kita peduli terhadap lingkungan sekitar kita. Pelajaran yang sangat berharga bisa bertemu dan datang ke yayasan ini karena banyak nilai-nilai kehidupan yang tidak kita dapat hanya dengan membaca atau hanya berada di kampus seja , diluar sana banyak hal yang bisa kita explore lebih lagi terutama di bidang lingkungan hidup. Oleh karena itu, saya berharap bukan hanya pada pemerintah tapi pada diri kita semua bisa lebih peka dan lebih peduli terhadap lingkungan disekitar kita. Jadilah bu Sumi yang lain dan yang lebih banyak lagi sehingga walaupun anak-anak jalanan tidak mendapat pendidikan formal setidaknya mereka masih mendapat pendidikan dasar yag bisa membantu mereka dalam kehidupan kedepannya. Semangat untuk kita semua bangkitkan jiwa-jiwa muda dalam diri kita karena kita adalah Agent of Change kalau bukan kita siapa lagi?? Kalau bukan sekarang kapan lagi?? Sekali lagi mari kita bertanya kepada diri kita sendiri sudahkah kita peka dan peduli terhadap lingkungan sekitar kita.

WASALAM, sekian cerita dari pintu tol pasir koja semoga bermanfaat dan membuat kita lebih peduli lagi .

Leave a comment